Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo lahir sesudah datangnya masa redup bagi kejayaan feodal suku-suku bangsa kita serta sesudah berangsur pudarnya heroisme Islam bersenjata melawan penjajahan Belanda.

Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo lahir sesudah datangnya masa redup bagi kejayaan feodal suku-suku bangsa kita serta sesudah berangsur pudarnya heroisme Islam bersenjata melawan penjajahan Belanda. Tetapi bersamaan dengan itu tumbuh dan tersusunlah rasa persatuan kebangsaan Indonesia yang berjalin dengan kesumat anti-penjajahan, dan yang kemudian berkembang menjadi bersifat nasional. Proses bangkit dan berangsur tersusunnya rasa persatuan kebangsaan tersebut didasarkan atas semangat anti-penjajahan yang dahulu selalu berwatak bersenjata. Meninggalkan watak lamanya kemudian menemukan bentuknya yang baru, yaitu dengan melalui organisasi-organisasi moderen, lahirlah antara lain serikat-serikat buruh – seperti Sarikat Buruh Pegadaian, Sarikat Buruh Gula, Sarikat Buruh Kereta Api dan lain-lain. Dan yang selanjutnya segera pula menemukan ungkapan ideologinya, yaitu dengan lahirnya Budi Utomo (1908), Sarikat Dagang Islam (1905) dan Sarikat Islam (1911), Indische Partij (1912) dan lain-lain. Tetapi periode mula kebangkitan nasional ini tidak hanya terdiri dari lahirnya organisasi-organisasi buruh, intelektual, golongan menengah dan massa Islam. Periode ini diasuh dan digembleng pula sesungguhnya oleh massa antara Tanam Paksa sampai dengan kebangkitan nasional. Setiap tahun dalam masa itu selalu saja terjadi pemberontakan dan perlawanan bersenjata dari rakyat tani.[3] Ketika itu Islam masih merupakan apinya ideologi anti-penjajahan.

Perang sukubangsa-sukubangsa kita melawan penjajahan tersebut telah menitiskan suatu kearifan baru bagi Indonesia, yaitu “persatuan nasional”. Islam pun menyadari hal itu dengan haq ‘ulyakin, sehingga ketika Sarikat Islam, baik yang Tirto Adhisuryo maupun yang HOS Cokroaminoto, bangkit sebagai kekuatan politik, ia langsung mengemban semangat persatuan nasional itu. Sudah dari dasarnya persatuan nasional hanya tumbuh pada lahan-lahan anti-penjajahan dan pro-kemerdekaan. Dan karena kedua hal tersebut bersifat kardinal bagi kehidupan bangsa ini, maka persatuan nasional pun menjadi demokratis wataknya.